Stambur, Kitab Kuno Peninggalan Kerajaan Malasori Kuno Berumur 5 Abad.
Suku Maya di Meksiko diketahui punya peninggalan sejarah kuno yang mampu meramalkan kejadian di masa mendatang. Tetapi siapa sangka, Kerajaan Malasori di Dolokmasihul juga punya Kitab Istambur, kitab ramalan dunia di masa depan.
SOPIAN, Tebing Tinggi
Kitab Istambur atau Tambur masih tersimpan dengan rapi dan tertata baik. Kitab menggunakan aksara Batak peninggalan Kerajaan Malasori yang dipercaya bertuliskan ramalan dunia ke depan, obat-obatan, penanggalan hari, tanggal dan tahun serta puji-pujian untuk arwah leleluhur ini diperkirakan sudah berumur 5 abad.
Kitab kuno peninggalan budaya ini sekarang dipegang dan disimpan Tuan Islamul Ma’arif Purba (38), generasi keenam keturunan Raja Malasori. Islamul tinggal di Jalan Sei Bahilang, No 25, Kelurahan Mandailing, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi.
Suami Siska Dewi (35) ini menerangkan, kitab kuno ini terbuat dari kulit kayu ulim, ditulis dengan sejenis pewarna alami dari tumbuhan dan panjangnya mencapai 8 meter. Selain tulisan, ada juga gambar-gambar orang yang merentangkan tangan, gambar matahari dan simbol-simbol berupa gambar lingkaran yang berkotak-kotak.
Keunikan kitab tersebut adalah daya tahannya, tidak busuk dan rapuh meski sudah dimakan usia. Menurut generasi terakhir kerajaan kecil ini, kitab diduga sudah digunakan di awal-awal pemerintahan Kerajaan Malasori.
Ditemui wartawan Sumut Pos Selasa (24/5) sekira pukul 14.00 WIB dikediamannya, Islamul mengisahkan, Kerajaan Malasori pernah berjaya di tanah Serdang pada 1.500 Masehi. Pusat kerajaan berada di Desa Malasori, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, sekitar 15 kilometer dari Kota Tebing Tinggi sekarangn
Sayangnya, pewaris Kerajaan Malasaori tidak mengetahui siapa nama raja pertama.
Raja kedua memerintah pada masa 1.600 dan diketahui mempunyai sebutan Tuan Perbataan Malasori. “Tak ada yang tahu namanya. Tapi dulu rakyat sekitar menyebutnya Tuan Perbataan dan makamnya masih ada di Pekan Dolok Masihul,” bilang Islamul.
Seperti raja pertama, raja kedua masih menganut animisme. Selama kepemimpinan Tuan Perbata Malasori, segala peraturan yang berlaku di lingkungan kerajaan merujuk pada apa yang tertulis di kitab tersebut.
Di masa kepemimpinan raja ketiga sekitar tahun 1.700-an, Raja Malasaori sudah memeluk agama Islam. Rajanya bernama Tuan Abdurahim yang menurut cerita turun-temurun membawa masa kejayaan kerajaan. Seiring masuknya pengaruh Islam di wilayah kerajaan Malasaori, perlahan namun pasti fungsi Kitab Tambur digantikan oleh hukum Islam.
Generasi keempat, kerajaan ini diperintah Za’alim alias Zalim Purba dengan nama islamnya Abdul Salam Purba yang memerintah pada tahun 1.800 Masehi. Setelah wafatnya raja generasi keempat, maka digantikan Tuan H Hasan Basri Purba yang mangkat pada tahun 1991.
Sejak saat itu, tradisi monarki Malasori praktis tak dijalankan lagi. Raja generasi berikutnya, Tuan Islamul Ma’arif Purba, saat ini hidup bersama warga lainnya dan sehari-hari berprofesi sebagai guru di SMK Dipanegara, Jalan Kapten F Tandean, Tebing Tinggi. Gelar Tuan yang harusnya melekat di nama Islamul Ma’arif pun hanya digunakan saat-saat tertentu, semisal di acara adat Simalungun.
Satu yang pasti, makna tulisan dan simbol kitab itu masih menjadi misteri. Belum ada tetua Batak di zaman ini yang mampu mengartikan makna tulisan dan simbol tersebut. “Kita sudah mencoba mencari orang Batak Simalungun untuk memecahkan misteri tulisan-tulisan yang tertera pada Kitab Istambur kuno ini. Sampai saat ini tak ada yang mampu menterjemahkannya,” cetus Islamul.
Kitab ‘misteri’ tersebut ternyata pernah ditawar Rahmat Shah yang saat ini duduk sebagai anggota DPD RI perwakilan masyarakat Sumatera Utara. Ceritanya, rekan Islamul Ma’arif pernah memfoto kitab itu dan memasukkanya sebagai foto profil di facebooknya. Rahmat Shah yang tertarik mengoleksi benda-benda antik dan bersejarah menanyakan apakah kitab itu dijual dan berapa harganya. Tetapi Tuan Islamul Ma’arif menegaskan, tidak ada niat menjual peninggalan bersejarah itu, setidaknya hingga saat ini.
“Pemburu benda-benda kuno belum banyak yang tahu (keberadaaan Kitab Istambur) ini. Sementara kitab tidak akan diperjualbelikan. Ini bukti sejarah kejayaan kerajaan Malsori dimasa lampau,” kata Islamul.
Selain Kitab Istambur, dulunya di rumah peninggalan kerajaan tersebut banyak barang-barang kuno. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, rumah itu pernah terbakar dan banyak benda pusaka yang hangus dan tidak bisa diselamatakan.
Source: muhamadabdulgoniealkahfi.blogspot.com
Suku Maya di Meksiko diketahui punya peninggalan sejarah kuno yang mampu meramalkan kejadian di masa mendatang. Tetapi siapa sangka, Kerajaan Malasori di Dolokmasihul juga punya Kitab Istambur, kitab ramalan dunia di masa depan.
SOPIAN, Tebing Tinggi
Kitab Istambur atau Tambur masih tersimpan dengan rapi dan tertata baik. Kitab menggunakan aksara Batak peninggalan Kerajaan Malasori yang dipercaya bertuliskan ramalan dunia ke depan, obat-obatan, penanggalan hari, tanggal dan tahun serta puji-pujian untuk arwah leleluhur ini diperkirakan sudah berumur 5 abad.
Kitab kuno peninggalan budaya ini sekarang dipegang dan disimpan Tuan Islamul Ma’arif Purba (38), generasi keenam keturunan Raja Malasori. Islamul tinggal di Jalan Sei Bahilang, No 25, Kelurahan Mandailing, Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi.
Suami Siska Dewi (35) ini menerangkan, kitab kuno ini terbuat dari kulit kayu ulim, ditulis dengan sejenis pewarna alami dari tumbuhan dan panjangnya mencapai 8 meter. Selain tulisan, ada juga gambar-gambar orang yang merentangkan tangan, gambar matahari dan simbol-simbol berupa gambar lingkaran yang berkotak-kotak.
Keunikan kitab tersebut adalah daya tahannya, tidak busuk dan rapuh meski sudah dimakan usia. Menurut generasi terakhir kerajaan kecil ini, kitab diduga sudah digunakan di awal-awal pemerintahan Kerajaan Malasori.
Ditemui wartawan Sumut Pos Selasa (24/5) sekira pukul 14.00 WIB dikediamannya, Islamul mengisahkan, Kerajaan Malasori pernah berjaya di tanah Serdang pada 1.500 Masehi. Pusat kerajaan berada di Desa Malasori, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, sekitar 15 kilometer dari Kota Tebing Tinggi sekarangn
Sayangnya, pewaris Kerajaan Malasaori tidak mengetahui siapa nama raja pertama.
Raja kedua memerintah pada masa 1.600 dan diketahui mempunyai sebutan Tuan Perbataan Malasori. “Tak ada yang tahu namanya. Tapi dulu rakyat sekitar menyebutnya Tuan Perbataan dan makamnya masih ada di Pekan Dolok Masihul,” bilang Islamul.
Seperti raja pertama, raja kedua masih menganut animisme. Selama kepemimpinan Tuan Perbata Malasori, segala peraturan yang berlaku di lingkungan kerajaan merujuk pada apa yang tertulis di kitab tersebut.
Di masa kepemimpinan raja ketiga sekitar tahun 1.700-an, Raja Malasaori sudah memeluk agama Islam. Rajanya bernama Tuan Abdurahim yang menurut cerita turun-temurun membawa masa kejayaan kerajaan. Seiring masuknya pengaruh Islam di wilayah kerajaan Malasaori, perlahan namun pasti fungsi Kitab Tambur digantikan oleh hukum Islam.
Generasi keempat, kerajaan ini diperintah Za’alim alias Zalim Purba dengan nama islamnya Abdul Salam Purba yang memerintah pada tahun 1.800 Masehi. Setelah wafatnya raja generasi keempat, maka digantikan Tuan H Hasan Basri Purba yang mangkat pada tahun 1991.
Sejak saat itu, tradisi monarki Malasori praktis tak dijalankan lagi. Raja generasi berikutnya, Tuan Islamul Ma’arif Purba, saat ini hidup bersama warga lainnya dan sehari-hari berprofesi sebagai guru di SMK Dipanegara, Jalan Kapten F Tandean, Tebing Tinggi. Gelar Tuan yang harusnya melekat di nama Islamul Ma’arif pun hanya digunakan saat-saat tertentu, semisal di acara adat Simalungun.
Satu yang pasti, makna tulisan dan simbol kitab itu masih menjadi misteri. Belum ada tetua Batak di zaman ini yang mampu mengartikan makna tulisan dan simbol tersebut. “Kita sudah mencoba mencari orang Batak Simalungun untuk memecahkan misteri tulisan-tulisan yang tertera pada Kitab Istambur kuno ini. Sampai saat ini tak ada yang mampu menterjemahkannya,” cetus Islamul.
Kitab ‘misteri’ tersebut ternyata pernah ditawar Rahmat Shah yang saat ini duduk sebagai anggota DPD RI perwakilan masyarakat Sumatera Utara. Ceritanya, rekan Islamul Ma’arif pernah memfoto kitab itu dan memasukkanya sebagai foto profil di facebooknya. Rahmat Shah yang tertarik mengoleksi benda-benda antik dan bersejarah menanyakan apakah kitab itu dijual dan berapa harganya. Tetapi Tuan Islamul Ma’arif menegaskan, tidak ada niat menjual peninggalan bersejarah itu, setidaknya hingga saat ini.
“Pemburu benda-benda kuno belum banyak yang tahu (keberadaaan Kitab Istambur) ini. Sementara kitab tidak akan diperjualbelikan. Ini bukti sejarah kejayaan kerajaan Malsori dimasa lampau,” kata Islamul.
Selain Kitab Istambur, dulunya di rumah peninggalan kerajaan tersebut banyak barang-barang kuno. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, rumah itu pernah terbakar dan banyak benda pusaka yang hangus dan tidak bisa diselamatakan.
Source: muhamadabdulgoniealkahfi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar